Monday, February 10, 2014

SEMIOLOGI LIRIK LAGU DAN MORALITAS



SEMIOLOGI LIRIK LAGU DAN MORALITAS

Semiologi Saussure sedikit dibahas untuk dijadikan teori analisis dalam memahami sebuah lirik lagu. Sebab, penulis memandang bahwa lirik lagu adalah penanda dari makna yang terkandung di dalam lagu. Karena itu, pembahasan sekilas tentang semiologi Saussure ini dipandang perlu sebagai teori atau acuan penulis dalam memahami lirik lagu.Ferdinand De Saussure, seorang ahli linguistik, menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda (sign), dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Tanda dalam teori Saussure merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide (petanda). Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa (Sobur, 2003:46). Tanda merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “teks yang bermakna” atau apa yang tampak, seperti tulisan atau teks. Sedangkan petanda adalah gagasan, pikiran, atau deskripsi makna, yaitu aspek psikologis dari bahasa. Kedua unsur dalam persoalan tanda bahasa tersebut tidak bisa dipisahkan. Tanda bahasa selalu dan pasti memiliki dua sisi,yaitu: penanda (signifier) dan petanda (signified). Artinya, jika suatu tanda hanya dilihat dari sisi penandanya saja tidak akan memberikan makna, dan sebaliknya, petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda. Penanda dan petanda adalah tanda itu sendiri dan merupakan suatu faktor linguistis (Sobur, 2003:46). Jadi, dalam teori Saussure dalam membaca tanda tentu harus melihat dua sisi itu, penanda dan petanda, sehingga memiliki pemahaman yang utuh terhadap tanda itu sendiri.

Lirik Lagu dan Moralitas

Lirik lagu adalah simbol verbal yang diciptakan oleh manusia. Manusia adalah makhluk yang tahu bagaimana harus bereaksi, tidak hanya terhadap lingkungan fisiknya, namun juga pada simbol-simbol yang dibuatnya sendiri (Rivers, 2003:28). Dengan kata lain, lirik lagu merupakan reaksi simbolik sebagai respon dari segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar penciptanya. Simbol digunakan untuk memaknai dan memahami kenyataan yang tidak dapat dilihat secara langsung, melaikan dapat dirasakan oleh indera manusia. Kemudian, dari perasaan dan penghayatan itu diolah hingga tercipta suatu konsep dan mengandung makna sesuai dengan pesan yang akan disampaikan oleh penciptanya. Dari pengertian sederhana tersebut dapat dinyatakan bahwa, lirik lagu mampu membangun persepsi yang kemudian diperkaya dengan perasaan, kekuatan imaji, serta kesan keindahan. Sebagaimana penjelasan Hubbel (1949:22) bahwa, “The lyric, then, give us idea and theme and calls up appropriate pictures in language, wich is rich in suggestions,pictorial power, an sensuous beauty. Lirik lagu merupakan ungkapan simbolik paling umum, tapi sempurna dan modern. Ungkapan paling sederhana, tapi sangat emosional. Hal itu dikarenakan dalam pengungkapannya dilakukan secara mendalam oleh penciptanya, seperti halnya puisi atau sajak. Lirik lagu adalah ungkapan serupa sajak yang ditulis secara mendalam dengan cara berbagai bentuk emosi. Sebagaimana pendapat Hubbel (1949:57) yang mempertegas penjelasan sebelumnya; “the lyrics is the commonest, and yet, in its perfection,the post modern; the simplest, and yet in its laws emotional association; and it all these because it express, more intimately, than other types of verse the personality of the poet. Penciptaan lirik lagu tidak terlepas dari persoalan bahasa, dan bahasa dalam lirik lagu tidak terlepas dari kesusastraan. Karena itu, dalam lirik lagu tidak semua dapat dimengerti oleh khalayak, tapi memerlukan suatu kajian lebih mendalam tentang isi lirik lagu tersebut. Sedangkan sastra itu sendiri merupakan

NILAI-NILAI PAEDAGOGIS DALAM LIRIK LAGU

“struktur tanda-tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda, dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti secara optimal”(Sobur, 2003:143). Dari pengertian lirik lagu tersebut dapat dinyatakan bahwa, lirik lagu adalah rangkaian pesan verbal yang tertulis dengan sistematika tertentu untuk menimbulkan kesan dan pesan yang dianggap mampu mengantongi gagasan dan pemikiran penciptanya sebagai hasil refleksi terhadap lingkungan sekitarnya. Lagu ketika diluncurkan ke halayak seringkali dibenturkan dengan persoalan moralitas. Sedangkan moralitas itu sendiri dapat didefinikan sebagai suatu kualitas perbuatan manusia yang menjadi tolak ukur antara perbuatan baik atau buruk, yaitu melingkupi tentang baik buruknya perbuatan manusia. Berdasarkan kajian etimologi, moralitas berasal dari kata “moral”. Moral dapat diartikan sebagai keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, serta ajaran kesusilaan, atau ajaran tentang kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistematika dalam etika. Sedangkan pesan moral dalam suatu karya sastra merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada pembaca, ialah makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra dan makna yang disarankan lewat cerita (Nurgiyantoro, 2000:321).
Secara terminologi, moralitas telah banyak diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang berbeda. Salahsatunya Franz Magnis Suseno menjelaskan bahwa, moralitas adalah keseluruhan normanorma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat (Suseno, 1993:9).
Dalam pandangan Poespoprodjo (1988: 102) moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu individu berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk, atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Dari beberapa pengertian moralitas tersebut dapat dikatakan bahwa, moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia dengan didasarkan pada konsensus kolektif dan diperjelas oleh akal sehat yang objektif untuk mewujudkan dinamisasi kehidupan sosialnya.Berdasarkan pendefinisian lirik lagu dan moralitas tersebut dapat dihubungkan bahwa, lirik lagu atau lagu (khususnya lagu daerah) sangat erat dengan moralitas penciptanya yang dihasilkan dari proses refleksi kehidupan sosialnya. Maka, setiap lirik lagu mengandung pesan moralitas yang dapat diserap dan dipahami untuk meningkatkan kualitas pemerhati dan pendengarnya. Dengan kata lain, lirik lagu merupakan penanda dan pesan moral yang terkandung di dalamnya adalah petanda. Lagu menjadi tanda untuk dikaji dan dipahami supaya nilai di dalam lagu itu sendiri lebih berarti bagi pendengarnya.

musik khas kabupaten kerinci jambi



Musik Seruling Bambu Sebagai Proses Simbolik

Musik Seruling bambu sampai saat ini masih hidup dan masih bertahan sebagai salah satu bagian dari tradisi masyarakat di daerah kabupaten Kerinci provinsi jambi.
Makna simbolik dari musik seruling bambu ini bisa kita lihat dari awal kenapa sampai ada tradisi musik seruling bambu di daerah kabupaten kerinci.
Pada awal dikenalnya musik seruling bambu, orang-orang disini pada umumnya menggantungkan kehidupan mereka pada hasil bercocok tanam didaerah perbukitan atau dengan kata lain berladang didaerah yang banyak ditumbuhi pohon bambu, maka dengan sendirinya timbullah ide-ide untuk menjadikan bambu sebagai sarana untuk melepaskan rasa capek karena aktivitas  seharian bekerja di ladang, yaitu dengan menjadikan bambu sebagai sebuah alat musik. Pemakaian alat musik seruling ini biasa dipakai sebagai sebuah instrument yang mengalunkan irama wujud dari rasa sedih dikarenakan hidup ditengah ladang yang jauh dari keramaian. Lama kelamaan music seruling bambu ini akhirnya berkembang dengan menggabungkan beberapa unsur musik lainnya yang juga mereka didapati dari daerah perladangan tersebut, seperti adanya pemakaian alat bunyi-bunyian lain seperti pemakaian ketuk yang juga terbuat dari bambu, tambur dari kayu yang dilubangi dan diberi kulit binatang dikedua sisi-sisinya. Maka terbentuklah sebuah kelompok musik yang pada akhirnya dinamakan dengan kelompok musik seruling bambu.
Setelah seruling bambu ini dibentuk dalam suatu kelompok musik, maka mulailah musik ini dikenalkan ditengah-tengah masyarakat dengan masih memakai konsep awal yaitu tetap membawakan irama yang menggambarkan tentang kesedihan dalam bentuk instrument musik. Tidak lama berselang timbul pula ide baru untuk menggabungkan unsur vocal kedalam musik ini. Pada akhirnya eksistensi music seruling bambu ini dikenal oleh masyarakat daerah kerinci sebagai musik irama sedih, sehingga kalau seandainya ada seseorang yang secara sengaja ataupun tidak disengaja sedang menyanyikan sebuah lagu sedih, maka langsung saja orang memanggilnya dengan sebutan artis/penyanyi seruling bambu.
Aspek lain yang merupakan symbol dari musik seruling bambu ini bisa dilihat dari raut muka si pemusik ataupun penyanyinya yang selalu murung seperti betul-betul dalam suasana kesedihan apalagi kalau musik ini di tampilkan pada malam hari,semakin larut semakin mendayu-dayu lagu yang dibawakan dan semakin bertambah hanyut lagi nuansa musik ini dalam kesedihan, hal ini menjadikan suatu istilah baru lagi untuk penampilan musik ini yaitu musik Mabuk (bahasa kerinci) atau dalam bahasa indonesianya yaitu sangat sedih.
Aspek simbolis lain lagi yang bisa kita temukan dalam musik seruling bambu ini ini adalah para penonton yang pada umumnya terdiri dari orang-orang yang sudah lanjut usia, sehingga penampilan musik ini terkesan dingin dan damai.